Makassar,Experience — Lembaga Antikorupsi Sulawesi Selatan (Laksus) meminta penyidik Polda Sulsel membongkar siapa ‘rektor’ dan ‘dekan’ yang disebut dalam rekaman pembicaraan kasus dugaan pungli penerimaan CPNS Universitas Negeri Makassar (UNM). Laksus yakin, dari rekaman tersebut, penyidik akan menemukan petunjuk konkret. Sulselexpeeience.com
“Sebenarnya dari rekaman yang sekarang dipegang penyidik sudah bisa jadi petunjuk awal. Penyidik sisa mencari benang merahnya saja siapa rektor dan dekan yang disebut dalam rekaman itu.” Terang Direktur Laksus Muhammad Ansar.
Menurut Ansar, kepada Sulselexperience.com. Minggu (15/4/2024) bahwa hal ini tidak terlalu rumit bagi Polsisi untuk menemukan sengkarut dalam kasus ini. Pertama kata dia, dari rekaman yang ada, sudah jelas disebut beberapa nama.
Lanjut kata Ansar, nama-nama itu diduga merujuk pada orang-orang dalam lingkup civitas UNM. Kedua, dalam rekaman sudah jelas siapa pemberi suap dan siapa penerima.
“Dalam perspektif hukum saya rasa petunjuknya terpenuhi. Ada pemberi, ada penerima. Di sana juga sudah ada pengakuan. Artinya dugaan adanya pungli sangat jelas. Tinggal bagaimana penyidik melakukan pengusutan siapa-siapa yang terlibat di dalamnya dan mengurai peran masing-masing pihak,” papar Ansar.
Ansar berpendapat, untuk membongkar teka-teki siapa rektor dan dekan yang dimaksud dalam rekaman, penyidik tinggal memeriksa nama-nama yang disebut secara verbatik. Dari mereka alur kasus ini pasti akan sampai pada siapa pihak yang paling bertanggung jawab.
“Sebab saya duga ini adalah ‘tradisi’ lama. Ini sudah berlangsung lama. Itu kan jelas dalam rekaman bahwa dari tahun ke tahun ada kenaikan nilai setoran,” jelasnya.
Ansar juga menyoroti pengakuan pihak pihak dalam rekaman yang menyebut ada grup WhatsApp para CPNS yang di dalamnya ada dekan.
“Nah, inikan juga bisa jadi petunjuk. Grup WA itu kita duga banyak terdapat bukti-bukti percakapan soal setoran CPNS. Itu juga diungkap sendiri oleh penerima setoran,” tandas Ansar.
Ada Dugaan Penyalahgunaan Jabatan
Koodinator Laksus Mulyadi memaparkan, kasus ini bukan sekadar pungli. Kasus ini adalah tindak pidana korupsi yang di dalamnya ada unsur pemerasan, penipuan, gratifikasi hingga penyalahgunaan jabatan.
“Bahwa secara norma hukum, pungli memang memenuhi unsur beberapa pasal dalam UU Tipikor, mulai dari UU gratifikasi, suap, hingga pada pemerasan, tergantung pada perbuatan pidana yang kemudian dilakukan pada masing-masing perkara, dan sebelum terdapat istilah pungli, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) kemudian telah mengidentifikasi transaksi ilegal ini di beberapa istilah, antara lain pemerasan (Pasal 368), gratifikasi atau hadiah (Pasal 418), serta tindakan melawan hukum serta menyalahgunakan wewenang (Pasal 423),” jelas Mulyadi.
Mulyadi menyebut, dugaan pungli yang terjadi di UNM dapat dikategorikan sebagai pemerasan apabila oknum pelaku secara aktif menawarkan jasa atau meminta imbalan dengan maksud agar dapat membantu mempercepat tercapainya tujuan si CPNS.
Sehingga pungli terjadi jika kemudian pengguna jasa layanan memberikan sesuatu kepada pemberi jasa layanan tanpa adanya penawaran, terjadinya deal atau transaksi untuk mencapai suatu tujuan tertentu yang diinginkan.
“Semua ini bisa dibongkar penyidik dengan petunjuk yang ada,” katanya.
Mulyadi sepakat bahwa untuk membongkar siapa rektor dan dekan yang disebut-sebut dalam rekaman, tak terlalu sulit. Alurnya bisa diurai penyidik dari nama-nama yang terungkap dalam percakapan verbal di rekaman yang ada.
“Dari sana bisa kita lihat siapa itu rektor. Siapa itu dekan yang dimaksud. Dan apa perannya masing-masing,” ujar Mulyadi.
Mulyadi mengatakan, dalam kasus dugaan pungli CPNS UNM memang rentan melibatkan orang-orang berpengaruh. Terutama mereka yang memiliki koneksi secara langsung dengan pemegang kebijakan.
“Tindak pidana korupsi kan sangat erat kaitannya dengan kejahatan jabatan. Dalam kasus UNM arahnya jelas ke sana. Ada penyalahgunaan jabatan. Siapa? Nah ini tugas penyidik untuk membongkarnya dengan petunjuk yang ada,” imbuhnya. (Rls/*)