Intelijennews, Yogyakarta – Sejak langkah-langkah perubahan dilakukan jajaran Direksi dan Dewan Pengawas (Dewas) Lembaga Penyiaran Publik (LPP) Radio Republik Indonesia (RRI), untuk mewujudkan RRI yang terpercaya dan mendunia, hasilnya kini mulai terlihat. Berdasarkan survei AC Nielsen, tahun 2017, RRI secara nasional, wilayah maupun provinsi berada pada posisi yang membanggakan.
“Bahkan di beberapa provinsi, RRI berada pada peringkat pertama, mengalahkan radio-radio setempat yang juga punya nama,” ungkap Soleman Yusuf, Direktur Program dan Produksi LPP RRI dalam sambutannya membuka Rapat Kerja Forum Komunikasi Pemerhati (FKP) RRI, di Hotel Grand Keisha, Yogyakarta, Senin (07/05/2018) kemarin.
Hasil ini membanggakan bahkan membalik anggapan orang, bahwa RRI adalah radio jadul, yang ditinggalkan masyarakat. Di Papua dan Maluku bahkan RRI selalu tinggi posisi pendengarnya. Soleman Yusuf menambahkan, RRI memang punya pendengar loyal, yang selalu menunggu acara-acara kesayangannya.
Rapat Kerja FKP RRI kali ini bertema “Sinergitas Forum Komunikasi Pemerhati (FKP) LPP RRI dalam Mendukung Program-Program Siaran RRI dalam Rangka Penguatan Kelembagaan RRI Melalui FKP RRI”. Acara yang diikuti 23 peserta ini berlangsung sejak 7-9 Mei 2018. Peserta Raker terdiri dari Pengurus Pusat FKP, Kordinator Nusantara (Kornus) yang mewakili FKP daerah, Direksi, Dewas dan Kepala Puslitbang Diklat LPP RRI. Ketua FKP RRI Makassar, Rusdin Tompo, juga menjadi peserta Raker ini.
Keberhasilan ini, diakui Soleman Yusuf, berkat kontribusi dan dedikasi yang sudah ditunjukkan FKP LPP RRI di berbagai daerah. Meski begitu, pengurus FKP diharapkan terus memperkuat jejaring dan menjadi humas RRI.
“Teman-teman FKP sejauh ini sudah berkolaborasi dengan RRI, tinggal bagaimana peran yang dimainkan mampu mengubah mindset masyarakat tentang RRI,” lanjutnya melalui rilis.
Menurut Soleman Yusuf, Raker di Yogyakarta ini juga merupakan forum bertukar informasi tentang apa yang sudah dilakukan RRI, termasuk apa yang sudah dilakukan FKP, bagi peningkatan kualitas program-program siaran yang ditujukan bagi masyarakat dan bangsa.
Soleman Yusuf mengungkapkan, ada filosofis yang menjadi dasar dilakukannya perubahan, baik RRI Pro1, Pro2, Pro3, Pro4 maupun Voice of Indonesia. Perubahan yang dilakukan bukan hanya atas asumsi-asumsi tapi merujuk pada riset, melalui FGD, juga survei Nielsen tadi.
“Itulah mengapa perubahan dilakukan, misalnya pada RRI Pro4,” jelasnya.
Perubahan RRI Pro4 mencakup taglinenya menjadi Ensiklopedi Budaya Keindonesiaan, strategi programnya, juga sasarannya yang lebih dilebarkan dari segi rentang usia pendengarnya agar siaran-siaran budaya juga diminati anak muda.
Walaupun diakui, perubahan pada tahap pertama ini baru pada aspek kesenian dari tujuh unsur kebudayaan. Ketujuh unsur kebudayaan itu, menurut Koentjaraningrat, yakni bahasa, sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem mata pencaharian, sistem religi, dan kesenian.
Soleman Yusuf optimis, perubahan-perubahan itu akan berdampak signifikan. Jika sekarang RRI meraih 10 persen dari total pendengar radio maka ke depan, akan mencapai target 30 persen. Jika penyempurnaan program berhasil dilakukan. (R/*)