Guru TK Islam Athirah 1 Makassar sebagai Peserta pada Pelatihan Bertajuk ” Smart Tolerance Education”

Experience, Makassar – TK Islam Athirah 1 Makassar mengutus 2 guru sebagai peserta pada pelatihan yang diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan Kota Makassar. Kegiatan tersebut berlokasi di Hotel Maxone Jl. Taman Makam Pahlawan No.5, Tello Baru, Kec. Panakukang Makassar, Sabtu (12/11/22).

Peserta pada pelatihan tersebut adalah guru-guru PAUD termasuk 2 guru dari TK Islam Athirah 1 Makassar. Pelatihan itu terlaksana dengan tujuan menanamkan nilai toleransi kepada pendidik yang ada di sekolah sehingga dapat diterapkan pada peserta didik di sekolah masing- masing.

Dinas Kota Makassar menghadirkan 3 narasumber, salah satu materi yang akan dibawakan adalah guru yang SMART memiliki nilai toleransi yang baik terhadap perbedaan yang terjadi baik dilingkungan rumah, sekolah dan lingkungan masyarakat.

Ambo Ako, S.Ag,.M.Pd.I. selaku pemateri menyampaikan bahwa materi pembelajaran di PAUD diharapkan dapat mengintegrasika nilai-nilai keagamaan baik di sekolah maupun di rumah.

“Semua materi pembelajaran diintegrasikan dengan nilai-nilai agama/religi, pendidikan tidak hanya di sekolah melainkan menjadi tanggung jawab orang tua di rumah. Anak PAUD belajar menggunakan penglihatan dan pendengaran. Apa yang dilihat dan didengar, itu yang dilakukan. Seorang guru jika ingin melahirkan anak yang berkarakter, maka gurunya dulu yang berkarakter”, tuturnya.

Bacaan Lainnya

Sri Rosa Handayani S.Ag, M. Pd. salah satu peserta dari TK Islam Athirah 1 mengatakan bahwa pendidik harus memahami kurikulum merdeka yang akan digunakan pada proses pembelajaran

“Pelatihan ini mengajak pendidik untuk bersama-sama membenahi diri dalam berbagai hal, memiliki nilai-nilai yang baik dalam menjalankan kurikulum yang baru dalam hal ini kurikulum merdeka yang memiliki ruh yaitu Pembelajaran berbasis projek dan goals nya adalah profil pelajar pancasila”, ucapnya.

Dosen Universitas Hasanuddin, Erfan Sutono, S. Ft., Phycio., M. H. menyampaikan uraian materinya bahwa menghargai perbedaan tanpa mendiskriminasi orang lain hanya karena mereka tidak sama dalam berbagai hal.

“Faktor penyebab konflik adalah beberapa studi seputar konflik yang pernah terjadi pada masyarakat, umumnya memahami bahwa tidak semata-mata didasari atas sentimen agama, namun lebih disebabkan oleh perbedaan kepentingan yang kadang-kadang terasa sangat tajam dan terpukulnya rasa keadilan dalam masyarakat akibat kesenjangan sosial, ekonomi, politik dan hukum. Agama dijadikan bagian dari konflik, hal itu terutama dimaksudkan untuk menggalang solidaritas antara pihak-pihak yang berseberangan”, imbuhnya. (**/Rls)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan