EXPERIENCE,JAKARTA-Penanganan pandemi covid-19 di mata para rektor perguruan tinggi kerap terganggu oleh pihak-pihak yang sengaja membuat ruang publik, khususnya di media sosial, dipenuhi pesan-pesan yang salah dan palsu atau hoax. Hal ini tidak bisa dibiarkan karena akan menumbuhkan sikap saling menyalahkan dan pertentangan di kalangan masyarakat.
“Karena itu, kampus-kampus terutama perguruan tinggi keagamaan, memilki tanggung jawab mengisi ruang publik dengan pesan-pesan agama yang tepat untuk mengimbangi hoax sekaligus memandu masyarakat” ujar Rektor IAIN Fattahul Muluk, Papua, Idrus Alhamid, dalam acara dialog virtual dengan Menko Polhukam Mahfud MD dan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, bersama pimpinan Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri-Swasta (PTKN-S), Jumat (6/8).
Dialog virtual yang diselenggarakan Kedeputian Bidang Kesatuan Bangsa Kemenko Polhukam ini dihadiri sedikitnya 900 pimpinan perguruan tinggi keagamaan di seluruh Indonesia.
Pernyataan Rektor IAN Papua ini merupakan respons atas ajakan Menko Polhukam, Mahfud MD agar para pimpinan perguruan tinggi keagamaan, dapat ikut aktif membangun kondusifitas kehidupan politik, hukum, dan keamanan dalam masa pandemi saat ini. “Para pimpinan perguruan tinggi keagamaan biasanya lebih dekat dengan masyarakat, memiliki interaksi yang lebih baik, karena itu peran pentingnya sangat diharapkan dalam memandu warga menghadapi suasana sulit di era pandemi ini” ujar Mahfud MD.
“Pak Menko, kami setuju dan karena itu kita bersepakat untuk mengedukasi warga tentang mana yang hoax, atau mana yang haq dan mana yang bathil, dengan pesan agama yang tepat, yang merupakan bagian dari tanggung jawab perguruan tinggi keagamaan negeri maupun swasta,” lanjut Idrus.
Ruang-ruang publik sejatinya sudah mulai diisi oleh beberapa kampus dengan konten dan kampanye yang mendukung kepatuhan terhadap protokol kesehatan. Di Bali misalnya, seperti yang disampaikan Rektor Universitas Hindu Indonesia, Danriasa, perguruan tinggi keagamaan membuat komunitas digital dengan menggunakan podcast untuk mengedukasi warga dalam menghadapi covid-19.
Dalam dialog ini, Menko Polhukam juga menekankan pentingnya perguruan tinggi keagamaan dalam melakukan literasi dan edukasi pada masyarakat. Mahfud yang juga tokoh yang berasal dari perguruan tinggi ini, berharap kampus bisa menjembatani masyarakat untuk penyampaian kritik, aspirasi, maupun saran pada pemerintah.
“Kadang kan kritik itu berputar-putar di bawah tak sampai ke atas. Karena mungkin birokrasinya atau karena mungkin pandeminya. Kadangkala kritik itu berputar di bawah padahal itu tidak benar. Itu sebabnya, kita perlu melakukan penguatan literasi dan edukasi pada masyarakat tentang apa yang sebenarnya harus kita lakukan, mana yang hoaks mana tidak,” ujar Menko Polhukam.
Sejumlah rektor yang hadir dalam dialog ini mengakui terjadi keterbelahan di masyarakat akibat penggalangan opini, terutama di group-group wa dan media sosial. Apalagi, segelintir orang menggunakan argumentasi agama oleh pemimpin keagamaan, yang sejak awal tidak pro pada protokol kesehatan dalam penanggulangan Covid-19.
“Seringkali kita selaku pimpinan perguruan tinggi keagamaan itu merasa gamang untuk mengambil peran yang lebih tegas di tengah-tengah masyarakat karena keterbelahan masyarakat akibat dari penggalangan opini,” ujar Masdar Hilmy, Rektor UIN Sunan Ampel Surabaya.
“Karena itu, saya mengusulkan agar dilakukan dua peran, yaitu peran dalam tingkat gagasan yang dilakukan secara tertulis maupun ceramah keagamaan, lalu kedua adalah peran aksi, yaitu dengan memanfaatkan aset negara yang ada di perguruan tinggi” lanjut Masdar.
Pandangan senada disampaikan Rektor STFT Widyasasana, Malang, Armada Riyanto. Ia menyarakan agar pemerintah tidak terlalu menanggapi kritik yang justru akan mengahabiskan energi, dan berharap pemerintah fokus untuk penanggulangan covid-19.
“Pemerintah menurut saya fokus saja, fokus terus dalam penanggulangan covid dengan pengadaan alat kesehatan, obat, dan sebagainya. Tidak perlu menanggapi para antagonis dalam bidang politik maupun kebijakan publik,” ujar Riyanto.
Selain diikuti oleh sekitar 900 pimpinan perguruan tinggi keagamaan di seluruh Indonesia, dialog virtual ini juga dihadiri oleh para eselon satu di Kemenko Polhukam dan Kementerian Agama, yaitu para dirjen, deputi, staf ahli, dan staf khusus menteri. Sehari sebelumnya, dialog yang sama juga digelar secara daring dan dihari 820 perguruan tinggi umum negeri dan swasta se-Indonesia. (*)