Maros, Experience – Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum LBH Kabupaten Maros melakukan aksi unjuk rasa di kawasan kawasan Summarecon, Polda Sulsel, DPRD Sulsel terkait konflik Agraria yang semakin runyam dan terancam mengalami distrupsi atas hak-hak rakyat. Sulselexperience.com
Ervan Prakasa Dirgahayu Putra, S.H. selaku jendral lapangan mengatakan, bahwa dalam konteks pembangunan Mega Proyek PT. Sinergi Mutiara Makassar telah berdampak mulai dari rencana pembangunan infrastruktur, ekspansi kawasan industri, proyek energi nasional, perebutan lahan pertanian sampai pada titik eksploitasi sumber daya alam oleh korporasi ekstraktif.U Ujarny
Akibat konflik agraris tersebut telah terdampak jauh sebelum pembangunan Mega Proyek PT. Sinergi Mutiara Makassar kepada salah seorang penggarap yang telah mengelola lahan sejak tahun 1987 sering mengalami tindakan intimidasi dari premanisme yang membatasi ruang gerak atau aktivitas diatas tanah milik dan tanah garapannya.
“Warga yang telah lebih dahulu menempati lokasi tersebut puluhan tahun lamanya justru terancam kehilangan hak ulayat atau tanah milik yang jauh hari sebelumnya telah digarap oleh warga setempat namun dengan kehadiran Mega Proyek PT. Sinergi Mutiata atau Summarecon kini diperhadapkan aksi premanisme hingga dugaan kriminalisasi.” Ujarnya
Lanjut konflik yang terjadi sesungguhnya bukan sebuah kebetulan atau untuk kepentingan umum secara menyeluruh. namun pelajaran empirisme mengantar kita pada memori keberadaan dan sepakterjang sebuah entitas yang dinamakan pemodal membawa tabiat menyudutkan hingga mengambil paksa sudah menjadi skema yang telah dirancang sedemikian rupa sesuai dengan perencanaan yang telah digagas untuk mengambil paksa, represivitas, kriminalisasi hingga penggusuran, merupakan praktik-praktik kekuasaan yang telah terakomodasi kepentingan pemodal. dengan kata lain, perampasan ruang hidup merupakan implikasi dari kepentingan korporasi dan akumulasi keuntungan, sementara penduduk setempat hanya kebagian sebagai korban.
Ditambahkan kegiatan tersebut muncul akibat kebutuhan akan ruang-ruang produksi untuk pengakumulasian nilai keuntungan, yang secara umum kita bisa melihat bagaimana relasi pihak pemodal dalam pelbagai agenda pembangunan dan eksploitasi sumber daya alam secara masif.
Diketahui aksi unjuk rasa tersebut menetaskan poin poin tuntutan pernyataan sikap diantaranya :
- Mendesak PT. Sinergi Mutiara/Summarecon Makassar untuk tidak melakukan aksi premanisme dan upaya kriminalisasi terhadap sengketa tanah milik warga di dalam kawasan pembangunan proyek;
- Meminta kapolda sulsel untuk segera menghentikan sementara aktifitas pembangunan megah proyek pt. sinergi mutiara/summarecon
- Mendesak polda sulsel untuk segera melakukan pemeriksaan dokumen lingkungan dan perizinan megah proyek PT. Sinergi Mutiara/Summarecon yang meliputi izin lingkungan, (Amdal), Dokumen Ruang Terbuka Hijau (rth 30%), analisis dampak lalu lintas (Amdalalin), izin mendirikan bangunan (IMB), dan lain-lain.
- Mendesak DPRD Provinsi Sulsel untuk melakukan rapat dengar pendapat dan menghadirkan pihak-pihak terkait
- meminta Polda Sulsel dan DPR-D Provinsi Sulsel untuk bersikap profesional dan transparan
Pembangunan Mega Proyek tersebut juga akan membawa dampak bagi kelangsungan lingkungan seperti sumber air / sungai yang selama ini menjadi sumber penghidupan. Bahkan Jendral Lapangan mengatakan bahwa rekam jejak Summarecon ini telah beberapa kali tersandung kasus, dari masalah perizinan (IMB) pembangunan perumahan di kawasan gedebage bandung pada tahun 2015 hingga kasus suap perizinan yang ditangani oleh komisi pemberantasan korupsi (KPK) terkait pembangunan apartemen royal kedhaton di yogyakarta pada tahun 2022.
Hal tersebut jadi bagian problematika yang menjadi dasar untuk kami melakukan advokasi dan unjuk rasa sikap mendukung Polda Sulsel dalam upaya preventif dalam penegakan hukum di wilayah sulawesi selatan. Tutup Ervan Prakasa Dirgahayu Putra, S.H. selaku Jendral Lapangan Aksi. (Anch/**)