SulselExperience.com, Makassar — Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) Sulawesi Selatan akan melakukan riset terkait dampak pandemi COVID-19 yang menyebar ke timur Indonesia termasuk Sulawesi Selatan.
Hal ini disampaikan Direktur Riset dan Penelitian Data BPPD Sulsel, Buntu Marannu Eppang SS, MODT Phd usai menerima hasil kajian dari sebuah lembaga konsultan Sustainable Destination Kementerian Pariwisata yakni MarkPlus Tourism.
Buntu Marannu yang juga aktif sebagai peneliti asal Poltekpar Makassar ini mengaku telah menyusun roadmap promosi pariwisata Sulawesi Selatan salah satunya dengan meneliti adanya pergeseran karakteristik wisatawan pasca pandemi virus korona yang tersebar di seluruh dunia.
“Beberapa program kerja sudah kami jalankan. Prioritas kami saat ini akan fokus pada dampak sistem lockdown di sejumlah kawasan termasuk di Sulsel. Kebijakan ini jelas merugikan masyarakat dan pelaku industri kepariwisataan. Ini yang kita mau teliti dulu,” ujarnya.
Dia menjelaskan kerugian sejumlah destinasi unggulan di Sulawesi Selatan termasuk objek wisata Rammang-rammang, Maros, Toraja Destination hingga kunjungan di Pantai Bira Bulukumba dan objek wisata menarik lainnya akan menjadi fokus penelitian awal BPPD Sulawesi Selatan.
“Hasil penelitian kami ini, bukan hanya dari riset Poltekpar Makassar. Tapi kami juga berkolaborasi dengan beberapa peneliti-peneliti senior yang berasal dari perguruan tinggi negeri dan swasta lainnya,” ucapnya.
Dia menjelaskan hasil penelitian MarkPlus Tourism telah menyimpulkan akan ada perubahan perilaku wisatawan yang akan masuk ke Indonesia.
“Sulsel saat ini sudah bisa mengukur perilaku wisatawan yang masuk. Kita sudah jadwalkan akan menggelar Passenger Exit Survey atau PES. Tahun ini kami akan laksanakan di bulan Desember. Setelah kajian dampak Korona kita rampungkan di Sulsel,” ucap Peneliti Lulusan Universitas asal Malaysia ini.
Hasil penelitian BPPD Sulsel, lanjutnya sudah melihat adanya pergerakan yang besar dari wisatawan dari Gen-Y dan Post-Millenial. “Kecenderungan mereka ini lebih ke arah experience baru dan keunikan khas destinasi tertentu,” ujarnya.
Dia menilai tantangan pengembangan kepariwisataan daerah akan lebih besar di masa mendatang karena standard pelayanan destinasi bukan hanya dari Accesbility, Amenities dan Attraction atau 3A saja.
“Bukan hanya faktor 3A yang kita butuhkan nantinya. Melainkan standarisasi safety, security hingga higienitas sebuah destinasi harus betul-betul terjamin. Ini tantangan kita dalam menyiapkan standar quality destination,” tutupnya.
Sebelumnya, Ketua BPC Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Toraja Utara Yohan Tangke Salu mengeluhkan pengusaha perhotelan di daerah sudah merasakan dampaknya karena beberapa hotel terpaksa tutup akibat beban operasional yang tidak seimbang dengan revenue perusahaan.
“Hingga kemarin sudah 19 hotel di Makassar yang tutup. Menyusul Pare-pare dan Sengkang sudah hampir semua tutup,” keluh Yohan yang juga pengelola Hotel Misliana di Tana Toraja.
Hal sama juga dikeluhkan Pemilik Perahu Destinasi Rammang-rammang Maros yang mengaku sudah sulit memperoleh penghasilan dari kunjungan wisatawan di Rammang-rammang.
“Tidak ada sekali pemasukan, mauki juga menjual-jual tidak ada orang beli, pusing maki disini pak yang pencari uang, karena di tutup destinasi,” ucap Usman dan Darwis melalui pesan singkat yang diterima pengurus BPPD Sulsel. (*)