Makassar, experience – Legislator Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sulawesi Selatan serap aspirasi kalangan komunitas, unsur media, pelaku industri dan pemerintah daerah dari sektor kepariwisataan di Sulawesi Selatan.
Penyerapan aspirasi ini terkait banyaknya keluhan yang masuk dari Pemerintah Kabupaten/Kota dan sejumlah pelaku industri kepariwisataan Provinsi Sulawesi Selatan termasuk tidak meratanya distribusi wisatawan ke sejumlah destinasi di Sulawesi Selatan akibat tidak adanya program sinkronisasi daerah dari Dinas Kebudayaan dan Kepariwisataan Provinsi Sulawesi Selatan.
“Ada persoalan K3 atau Komunikasi, Koordinasi dan Kerjasama di lingkungan Disbudpar Provinsi Sulsel. Kegiatan yang dilaksanakan masih terkesan parsial. Satu arah saja tanpa meminta masukan dari berbagai pihak. Ini perlu di evaluasi. Fatal kalau OPD di provinsi jalan sendiri,” keluh Anggota Fraksi Partai Demokrat DPRD Sulsel, Andi Januar Jaury Dharwis di Makassar, Selasa, (15/10/2019)
Fungsi pengontrolan legislatif harus dioptimalkan, kata dia guna menghindari terjadinya pemanfaatan anggaran yang tidak PRODUKTIF. Menurutnya, setelah Alat Kelengkapan Dewan (AKD) terbentuk pimpinan OPD termasuk Disbudpar Sulsel akan berhadapan dengan lembaga legislatif.
“Kita akan bertemu di meja pembahasan. Silahkan buat program parsial. Kita lihat saja nanti, apakah program-program itu sudah sesuai dengan visi misi daerah serta Peraturan Daerah di sektor kepariwisataan,” tegas Andi Januar yang juga dikenal sebagai penggiat Wisata Bahari Sulsel ini.
Di tempat terpisah, hal sama juga disampaikan Direktur Eksekutif Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) Provinsi Sulawesi Selatan, Hendra Nick Arthur.
Menurutnya, beberapa keluhan dari sejumlah pihak termasuk pemangku kepentingan di sektor kepariwisataan yang selama ini belum pernah diundang secara resmi untuk melakukan koordinasi dan sinkronisasi program-program promosi pariwisata daerah.
“Disbudpar Provinsi terlalu sibuk dengan program yang baru sementara sejumlah program kerja yang diusulkan pelaku industri belum ada sinkronisasi sama sekali. Kita ini malu, Dispar Makassar kelihatannya sudah siap dengan konsep Makassar and beyond. Mereka justru bisa mengakomodir kepentingan kabupaten yang lain. Ini yang perlu jadi perhatian kedepannya,”keluhnya.
Dia mengaku mendukung sikap legislatif provinsi yang akan melakukan evaluasi program kepariwisataan khususnya program yang tidak terintegrasi dengan program kerja di Kabupaten/kota. “Pelibatan instansi vertikal lainnya seperti Bank Indonesia, OJK, Poltekpar Makassar dan lembaga lainnya kelihatannya masih belum terintegrasi dengan program di tingkat provinsi. OPD yang bersangkutan terkesan lupa jika fungsi di tingkat provinsi itu perwakilan dari pusat,” ujarnya.
Selain itu, dinas terkait selama ini hanya terjebak dengan kegiatan branding yang bersifat even, sementara promosi dalam bentuk advertising dan selling khususnya memfasilitasi pelaku industri melakukan kegiatan Business to Business, Business to Customer hingga Government to Business masih belum jadi prioritas.
“Kabupaten/kota butuh variasi paket atau produk yang guidancenya ada di provinsi. Ini yang kami anggap fatal. Jika OPD di tingkat provinsi tidak menjalankan fungsi koordinasi dan kerjasama secara maksimal,” tutupnya. (*)