Dugaan Korupsi Alkes Pangkep, Kejati Didesak Sentuh Bupati dan Adiknya
Selagi.id, Makassar– Lembaga binaan mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham Samad, Anti Corruption Committee (ACC) Sulawesi mendesak Kejati Sulselbar seret Bupati Pangkep, Syamsuddin Hamid dan adiknya Syamsul Hamid.
“Keduanya jelas terlibat. Tapi terkesan ditutupi ,”kata Kadir Wokanubun Wakil Direktur Lembaga Binaan Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad itu, Minggu (8/10/2017).
Diketahui, dari proses penyidikan ditemukan beberapa alat kesehatan yang diadakan tersebut, kondisinya sudah rusak dan berkarat dengan cap atau merk yang telah terkelupas. Padahal penggunaannya belum cukup tiga bulan.
Tak hanya itu, penyidik juga sebelumnya mengendus keterlibatan adik Bupati Pangkep bernama Syamsul A Hamid Batara yang dikenal dengan gelaran Tuan Kelantang dalam kasus dugaan korupsi penggelembungan pengadaan alat kesehatan (Alkes) Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Pangkep tersebut.
Dugaan keterlibatan Tuan Kelantang yang diketahui sebagai pemilik perusahaan Batara Group dalam proyek tersebut yakni sejak awal terlibat dalam pengaturan pengadaan Alkes. Padahal ia bukan bagian dari aparat pemerintah Kabupaten Pangkep.
Selanjutnya, ia juga memanfaatkan hubungan persaudaraannya dengan Syamsuddin A Hamid Batara yang saat ini menjabat sebagai Bupati Pangkep, sehingga leluasa melakukan pengaturan pengadaan alkes tahun 2016.
“Dalam pengaturan pengadaan itulah, sejumlah perbuatan melawan hukum terjadi diantaranya permufakatan jahat, penggelembungan harga alat kesehatan, pemalsuan merk dagang alat kesehatan, pemalsuan izin edar alat kesehatan serta penggunaan anggaran bukan peruntukannya alias korupsi ,”terang Hidayatullah kala itu.
Seorang broker proyek, Dokter Susanto Cahyadi, yang ditetapkan awal sebagai tersangka dan sempat ditahan Kejati Sulselbar tepatnya Selasa, 14 Februari 2017 pada kasus ini juga disinyalir punya keterkaitan khusus dengan pria berjuluk Tuan Kelantang itu. Menurut informasi yang didapatkan penyidik saat itu dimana antara Syamsul dan dokter Susanto sempat bertemu dan rapat bersama sekaitan pengadaan alkes.
Hanya saja dalam proses pendalaman informasi tersebut, Hidayatullah keburu dimutasi ke Jawa Barat. Dan akhirnya upaya proses pendalaman yang dilakukan penyidik pun menjadi samar.
Kasus ini telah menetapkan tiga orang tersangka masing-masing Susanto Cahyadi selaku rekanan, S selaku pemilik korporasi dan AS selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
Proyek alkes diketahui menyedot dana alokasi khusus(DAK) senilai Rp 22,998 M. Dalam pelaksanaannya diduga terjadi penyimpangan utamanya dalam pembelian alat mesin. Dimana penentuan harga perkiraan sementara (HPS) dilakukan tanpa survei. Melainkan mengacu hanya berdasarkan informasi dan rekomendasi rekanan proyek.
“Di HPS harga dimasukkan senilai Rp 500 juta/unit, sementara harga dipasaran, hasil temuan penyidik alat tersebut hanya seharga sekitar Rp200 juta,” terang Salahuddin Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sulselbar sebelumnya.
Tak hanya itu dari hasil penyidikan juga ditemukan bahwa mesin alat kesehatan yang diperuntukkan bagi beberapa puskesmas tersebut belum memiliki izin edar di Indonesia. Kemudian dalam proses lelang juga dinilai ada rekayasa. Dimana tiga perusahaan yang ikut dalam proses lelang, dua perusahaan diantaranya sengaja tidak dimenangkan dalam proses lelang proyek.
“Dugaan kita, pemenang lelang dalam proyek diduga sudah diatur sedimikian rupa untuk memenangkan perusahan yang dimaksud sebab dua perusahan melakukan penawaran melebihi pagu anggaran ,” terang Salahuddin (Ad/Krb).