Experience, MAKASSAR – PT Pelindo Jasa Maritim, Subholding PT Pelabuhan Indonesia (Persero) atau Pelindo Group menggelar Focus Group Discussion (FGD) untuk memaparkan hal yang berkaitan dengan pekerjaan pengelolaan alur pelayaran.
Kegiatan yang berlangsung di Ruang Rapat Lantai 7 Gedung Kantor Pelindo Regional 4 ini menghadirkan pembicara yaitu Direktur Utama PT Alur Pelayaran Barat Surabaya (APBS), Firmaniansya dengan topik pembahasan mengenai “Pengelolaan Alur Pelayaran Barat Surabaya”, dan Direktur PT Ambang Barito Nusapersada (Ambaper), Didit Handoko yang membahas topik tentang “Pengelolaan Alur di Ambang Barito”.
FGD yang juga dihadiri seluruh Senior Vice President (SVP) dan Vice President (VP) Subholding Pelindo Jasa Maritim (SPJM) ini membahas tentang pengelolaan alur pelayaran yang antara lain meliputi kondisi sosial, ekonomi, jaringan transportasi wilayah, kapasitas maksimal dari masing-masing pelabuhan atau Terminal Untuk Kepentingan Sendiri (TUKS), karakteristik hydrooceanografi, karakteristik perairan, tingkat sedimentasi yang terjadi, data visual, dan data penunjang lainnya.
Direktur Utama SPJM, Prasetyadi mengatakan, tujuan dari FGD ini adalah untuk mendapatkan penjelasan mengenai pengerukan alur pelayaran berdasarkan berbagai desain alur yang ditawarkan, analisis sedimentasi serta periode ulangnya, serta biaya-biaya yang timbul dalam pengembangan dan perawatan alur pelabuhan.
Menurutnya, pelabuhan laut merupakan prasarana angkutan laut yang berfungsi untuk tempat bersandarnya kapal-kapal, baik yang berukuran besar maupun kecil sehingga alur pelayaran maupun kolam pelabuhannya harus menjamin keselamatan, keamanan, kecepatan, kelancaran, dan kenyamanan yang tinggi bagi kapal-kapal yang akan masuk ke wilayah pelabuhan maupun yang akan berangkat.
“Seperti diketahui bahwa wilayah Indonesia merupakan Negara Kepulauan, maka pelayaran transportasi laut dituntut pula untuk menjangkau daerah-daerah terpencil dan mampu menghubungkan antar pulau yang tersebar luas sehingga dengan demikian permasalahan-permasalahan yang timbul seperti kondisi ekonomi, sosial maupun kondisi geografis wilayah tersebut dapat diatasi,” ujar Prasetyadi.
Sesuai dengan perkembangan kebudayaan dan teknologi kata dia, maka angkutan laut untuk penumpang, muatan atau barang-barang membutuhkan peningkatan dari segi kualitas jasa angkutan yang meliputi keselamatan, keamanan muatan, kecepatan akan tibanya di tempat tujuan dan keteraturan singgah dari frekuensinya.
“Untuk menjamin segi keamanan ditinjau dari segi teknis, maka diperlukan antara lain prasarana alur pelayaran yang baik dan memenuhi syarat untuk dapat dilalui kapal dengan aman dan lancar. Demi meningkatkan kemudahan aksesibilitas moda transportasi laut ke pelabuhan, maka diperlukan adanya kedalaman pada alur pelayaran yang sesuai dengan kebutuhan sarana transportasi laut,” tambah Prasetyadi.
Oleh sebab itu dia berharap, melalui FGD tersebut para peserta dapat mengerti dan memahami mengenai manfaat dari kegiatan pekerjaan pengelolaan alur pelayaran, seperti perencanaan pengerukan alur pelayaran dan kolam pelabuhan, persiapan administrasi pendukung untuk pengajuan dan pengurusan izin pengerukan, perencanaan metode kerja, jadwal, tipe kapal dan biaya sesuai desain kedalaman yang ditentukan.
“Selain itu juga dapat memahami model pelaporan terhadap hasil pekerjaan pengerukan alur dan atau kolam untuk eksternal maupun internal, terjaminnya kedalaman alur dan kolam pelabuhan yang dikelola, serta pengembangan bisnis, konsesi, tarif, cost structure, IT dan fasilitas yang disediakan,” pungkasnya.
Sekretaris Perusahaan SPJM, Tubagus Patrick menambahkan, kehadiran APBS sebagai narasumber dalam FGD tersebut selain fokus pada alur pelabuhan juga karena mega trend kepelabuhanan yang tahun ini trafik pertumbuhan kapal diprediksi mengalami kenaikan sebesar 3,6% dibandingkan tahun lalu.
“Skala kapal diproyeksi akan bertumbuh secara bertahap karena adanya standarisasi Integrated Port Network atau IPN yang akan melakukan standarisasi pelabuhan-pelabuhan yang akan menjadi hub dengan target ukuran kapal mencapai 2.500 TEUs, sehingga otomatis kedalaman kapal menjadi 12 meter,” bebernya.
Kondisi tersebut menurut Patrick akan membuat pangsa pasar pengerukan [capital dredging dan maintenance dredging] akan meningkat. “Yang diperkirakan mencapai rerata sekitar 7%.”
“Untuk itu harus dikelola dengan baik karena pangsa pasarnya cukup besar,” ucapnya.
Sementara itu lanjut Patrick, pihak Ambaper juga hadir sebagai narasumber dalam FGD yang berlangsung selama satu hari tersebut untuk di lokasi-lokasi tertentu seperti Banjarmasin, Samarinda, dan lain-lain. Di mana sumber daya alam (SDA) yang berlimpah di lokasi-lokasi tersebut akan berdampak pada trafik kapal yang cukup padat.
“Sehingga akan menjadi solusi dari lokasi sungai yang diharapkan untuk mengelola alur lalu lintas di alur-alur sungai itu melalui digitalisasi Local Port Service (LPS),” tutup Patrick. (**/Rls).