Selagi.id, Makassar – Pakar Hukum Tata Negara, Prof Yusril Ihza Mahendra menyatakan, putusan penolakan kasasi oleh Mahkamah Agung (MA) yang diajukan oleh KPU Kota Makassar yang membuat petahana Ramdhan Pomanto terdiskualifikasi, tidak bisa dijadikan objek untuk disengketakan lagi pada ranah Panwaslu Kota Makassar.
Jika putusan sengketa Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota (Pilwalkot) Kota Makassar tahun 2018 kembali disengketakan, maka termohon pastinya akan kembali mengajukan sengketa kepada Pengadilan Tinggi Tata Usaha (PTTUN). “Maka dari itu, putusan dari Bawaslu Kota Makassar hanya bersifat final namun tidak mengikat. Berbeda dengan halnya putusan yang dikeluarkan oleh MA, itu sifatnya final dan mengikat,” kata Yusril, Minggu (13/05/2018) Selagi.id
Menurutnya, KPU Makassar tidak bisa menjadikan rujukan putusan yang dikeluarkan oleh Panwas Makassar untuk mengembalikan DIAmi sebagai paslon Pilwalkot Kota Makassar, karena hanya bersifat final namun tidak mengikat.
“Jika KPU Makassar merasa tidak puas atas putusan yang dikeluarkan oleh Bawaslu Makassar, dengan menerima berkas gugatan sengketa dari pihak termohon dalam hal ini tim kuasa hukum DIAmi, KPU bisa kembali membawa putusan tersebut kepada PTTUN, tapi kalau ini terjadi, kapan selesaimya,” jelasnya.
Atas dasar itulah, kata guru besar Tata Negara yang juga mantan Mensesneg ini, UU Pemilu hadir berbeda konsep dengan hukum pada umumnya. Karena proses pemilu berjalan dengan waktu yang sangat cepat, maka dibuatlah produk hukumnya. Semua prosesnya hukumnya lebih singkat, jadi memang diciptakan berbeda konteksnya dengan hukum yang bersifat umum. “Oleh karena itu proses yang cepat butuh singkat penanganan. Tidak bisa dibuat berbelit belit,” tegasnya. (R/Halim)