Experinec.com, Jakarta – Studi terbaru yang dilakukan oleh Backbase melalui Forrester Consulting mengungkapkan bahwa sekitar 80% perbankan di Indonesia berencana untuk memperluas akses keuangan masyarakat melalui aplikasi digital selama 12 bulan ke depan, menjadikan ini sebagai target tertinggi kedua di Asia Pasifik.
Menurut studi tersebut hal ini berpeluang mengingat presentase pengguna ponsel pintar di Indonesia merupakan salah satu yang tertinggi di dunia yaitu mencapai 75%. Terlebih, sebagian besar pengguna didominasi oleh anak muda yang membutuhkan layanan keuangan digital yang praktis dan efektif dalam mendukung mereka untuk mengelola tabungan, anggaran, analisis pengeluaran serta pembayaran keuangan yang otomatis.
Backbase Regional APAC Vice President, Iman Ghodosi, percaya bahwa bank harus terus memperhatikan kebutuhan keuangan nasabah dan memastikan inovasi layanan yang diberikan dapat menjamin keamanan dan kenyamanan nasabah dalam bertransaksi. “Ini adalah momen yang sangat menarik bagi sektor perbankan digital. Berdasarkan pengalaman kami, Ketika persaingan antar bank semakin ketat, bank akan menemukan cara yang lebih baik untuk membuat nasabah mereka tetap tertarik dengan layanan yang ditawarkan,” kata Ghodosi.
Ada juga masalah sosial yang lebih luas seperti rendahnya literasi dan inklusi keuangan yang terus secara aktif ditangani oleh bank. Sebagai contoh, sebuah penelitian baru-baru ini mengungkapkan bahwa 58% bank di Indonesia berencana untuk meningkatkan pengeluaran mereka untuk mengembangkan program kesehatan keuangan selama 12 bulan ke depan. Selain itu sebanyak 94% dari sektor perbankan berencana memperluas pengelolaan uang digital dan layanan pengelolaan keuangan yang lebih sehat mereka untuk nasabah.
Selain itu, baru baru ini terdapat inisiatif yang lebih besar dalam mendorong pertumbuhan industri perbankan digital di Indonesia. Mengikuti peraturan OJK yang terbaru, perusahaan perbankan kini dapat menerima investasi asing guna untuk memberikan dampak yang lebih baik untuk pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Diharapkan keran kesempatan investasi ini juga dapat memberikan stimulus bagi perbankan untuk dapat merancang ulang system perbankan yang terus berfokus memenuhi kebutuhan nasabah dan menghindari layanan yang tidak terintegrasi.
“Untuk itu, saat ini semakin penting untuk memiliki hubungan dan memahami kebutuhan nasabah Anda agar tetap menjadi yang terdepan di era engagement banking saat ini,” tambah Mr Ghodosi.
Aplikasi layanan keuangan yang aman solusi penting untuk melindungi nasabah
Kementerian Komunikasi dan Informatika memblokir hampir 450 penyedia teknologi keuangan ilegal di semester pertama tahun 2021. Hal ini telah membuat literasi keuangan yang rendah menjadi sorotan nasional, menunjukkan betapa rentannya nasabah yang tidak siap.
Sebagai solusi untuk masalah literasi finansial yang rendah ini dan kesenjangan yang semakin besar dalam inklusi keuangan, sektor perbankan mengandalkan aplikasi keuangan digital sebagai cara untuk menyediakan akses ke produk dan layanan keuangan yang benar-benar bermanfaat dan terjangkau.
Mr Ghodosi menekankan bahwa literasi keuangan yang rendah telah menjadi penghalang terbesar untuk mencapai inklusi keuangan. “layanan digital membantu nasabah dengan memberi mereka alat, saran, dan pedoman untuk kehidupan finansial yang lebih baik,” kata Ghodosi.
Beliau menambahkan, “Bank kini juga ingin semakin melindungi nasabah mereka yang rentan, menjaga dan mencegah aktivitas ilegal yang terjadi di industri keuangan.”
Visi ini didukung oleh temuan terbaru yang menunjukkan bahwa bank telah berfokus pada usaha untuk mempertahankan dan melindungi nasabah mereka melalui kemajuan dalam kecerdasan buatan dan analisa data. Misalnya, dari para pengambil keputusan bisnis perbankan ritel Indonesia yang telah diwawancarai;
- 68% mengatakan mencegah eksploitasi nasabah rentan dan lebih tua adalah aspek penting dari aplikasi kesehatan keuangan;
- 66% percaya bahwa mengidentifikasi risiko kerentanan dan kesulitan keuangan pada nasabah mereka adalah penting:
- 76% ingin mendorong nasabah untuk membangun kebiasaan finansial yang lebih baik untuk masa depan yang sukses.
Adaptasi teknologi dan ketidaksiapan organisasi menjadi penghalang
Keberhasilan di era engagement banking bukan berarti tanpa tantangan bagi sektor perbankan. Studi baru menemukan bahwa 66% pengambil keputusan pada perbankan ritel merasa bahwa adaptasi teknologi adalah penghalang terbesar untuk melaksanakan transformasi. Kesiapan organisasi dan kompetisi juga menjadi penghalang ketika mencoba menerapkan sistem perbankan digital yang relevan terhadap masa depan.
“Bank perlu mengatasi tantangan ini secepat mungkin, karena siapa pun yang berhasil terlebih dahulu akan memiliki keunggulan kompetitif yang jelas dibandingkan yang lain,” kata Ghodosi.
(Rls/U Dg Nai)